Era Baru Migas Rakyat Dimulai, Pemerintah Posisikan UMKM Jadi Pemasok

Dengan skema ICP dan legalitas formal, pelaku lokal kini punya ruang sah. Pemerintah dorong kemandirian energi berbasis desa dan koperasi.

Avatar photo

- Pewarta

Rabu, 30 Juli 2025 - 14:47 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Menteri ESDM Bahlil Lahaladia (Facbook.com @Bahlil Lahadalia)

Menteri ESDM Bahlil Lahaladia (Facbook.com @Bahlil Lahadalia)

PERNYATAAN Presiden AS yang menyebut “akses pasar ke sektor pertambangan Indonesia” langsung memantik api spekulasi.

Namun pemerintah Indonesia buru-buru menyiramnya dengan klarifikasi tajam: kesepakatan itu tidak, dan tidak akan, membuka keran ekspor bahan mentah mineral (ores).

Sesmenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyatakan dengan tegas:

ADVERTISEMENT

RILISPERS.COM

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Yang dibuka adalah akses ke produk hilirisasi, bukan bahan mentah. Joint statement-nya menyebut ‘industrial commodities’, bukan raw minerals.”

Tegas. Jelas. Tapi tetap menyisakan ruang tanya: Mengapa kesalahpahaman ini begitu cepat menyebar?

Komoditas Hilirisasi Jadi Taruhan Strategis

Indonesia sedang berjalan di jalur sempit antara kepentingan nasional dan tekanan geopolitik global.

Undang-Undang Minerba No. 3 Tahun 2020 secara tegas melarang ekspor bahan mentah mineral, sejalan dengan strategi hilirisasi Presiden Jokowi yang ingin menjadikan Indonesia produsen global bahan baku industri, bukan sekadar supply chain mentah.

Maka ketika AS merilis Joint Statement on Framework for United States-Indonesia Agreement on Reciprocal Trade—yang salah satu poinnya menyinggung “penghapusan pembatasan ekspor” untuk komoditas industri, publik langsung curiga.

Apakah ini berarti pemerintah akan memundurkan langkah hilirisasi?Jawabannya: Tidak.

“Tidak ada perubahan kebijakan. Ekspor bahan mentah tetap dilarang,” ujar Susiwijono.

Dari Tambang ke Pabrik: AS Incar Ekosistem Hilir Indonesia

Fakta menariknya, AS justru sedang mengalihkan fokus ke rantai pasok mineral kritis global—tapi dengan syarat: sudah diproses.

Artinya, yang diincar bukan nikel mentah dari Sulawesi, tapi nikel sulfat dari kawasan industri Morowali. Bukan bauksit mentah, tapi alumina dari Kalimantan Barat.

Ini sejalan dengan rencana AS untuk mengurangi ketergantungan terhadap Tiongkok dalam pasokan critical minerals, sebagaimana tercantum dalam dokumen strategi industrialisasi hijau mereka pasca-Inflation Reduction Act.

Indonesia, dengan kekayaan tambangnya, adalah bagian penting dari puzzle ini. Tapi hanya jika bisa mengubah ores jadi value-added products.

Isu Ketahanan Pangan: Antara Perjanjian dan Persepsi

Sisi lain dari kesepakatan Indonesia-AS ini yang juga mengundang kegelisahan publik adalah sektor pangan.

Beberapa pihak menyuarakan kekhawatiran bahwa pemerintah akan membuka impor besar-besaran produk pertanian dari AS dan mengorbankan petani lokal.

Namun menurut Susiwijono, tidak ada hal baru dalam daftar komoditas pertanian yang dibahas.

“Itu semua barang yang memang selama ini kita impor dari Amerika: kedelai, gandum, jagung, kapas,” ujarnya dalam forum Bisnis Indonesia Midyear Challenges 2025.

Indonesia mengimpor lebih dari 3 juta ton kedelai setiap tahun, sebagian besar dari AS.

Tapi pergeseran sumber atau mekanisme impor tetap tunduk pada kelayakan bisnis dan kebutuhan domestik.

Justru, jika negosiasi ini berujung pada efisiensi biaya logistik dan harga, maka inflasi pangan bisa lebih terkendali—terutama untuk volatile food seperti jagung pakan ternak dan gandum.

$19,5 Miliar Itu Bukan Belanja Pemerintah

Salah satu tudingan yang paling liar menyebut Indonesia akan “mengeluarkan” dana USD 19,5 miliar untuk membeli produk AS.

Faktanya: tidak ada dana pemerintah yang mengalir.

Nominal itu adalah potensi nilai perdagangan, bukan state spending. Pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator kemitraan dagang antarpelaku usaha.

“Jadi jangan dipersepsikan pemerintah mengeluarkan duit 19,5 miliar dolar AS, membeli tambahan produk Amerika,” tegas Susiwijono.

Ini mirip skema market access yang umum dalam kesepakatan dagang bilateral—di mana kedua negara membuka jalur dagang untuk pelaku usahanya, bukan melakukan transaksi langsung.

Ekonomi Politik di Balik Deal: Strategi atau Tekanan?

Penting dicatat bahwa kesepakatan ini muncul di tengah meningkatnya dinamika geopolitik global.

Amerika Serikat sedang membangun poros perdagangan baru untuk menyeimbangkan dominasi Tiongkok di sektor mineral dan energi bersih.

Dalam konteks ini, Indonesia adalah hotspot geopolitik dan hot commodity sekaligus.

Maka wajar jika publik khawatir: apakah Indonesia bisa menjaga kedaulatan sumber daya alamnya di tengah tekanan kekuatan global? Pemerintah mengatakan iya.

Tapi sejarah menunjukkan, setiap kesepakatan bilateral, selalu memiliki jejak negosiasi yang panjang, lapisan makna yang kompleks, dan konsekuensi yang tidak selalu langsung terlihat.

Bukan Sekadar Soal Ekspor atau Tidak

Kesepakatan Indonesia-AS adalah penanda arah, bukan tujuan akhir. Narasi tentang ekspor ores yang sempat menyala, telah diluruskan.

Tapi publik tetap perlu melek terhadap detail kesepakatan dagang, karena di balik satu kata dalam joint statement, bisa tersimpan lobi bernilai miliaran dolar.

Indonesia harus berdagang. Tapi lebih dari itu, Indonesia harus tahu di mana letak kuasa dalam perdagangan itu berada.***

Sempatkan untuk membaca berbagai berita dan informasi seputar ekonomi dan bisnis lainnya di media Infotelko.com dan Infoekonomi.com.

Simak juga berita dan informasi terkini mengenai politik, hukum, dan nasional melalui media 23jam.com dan Haiidn.com.

Informasi nasional dari pers daerah dapat dimonitor langsumg dari portal berita Hallotangsel.com dan Haisumatera.com.

Untuk mengikuti perkembangan berita nasional, bisinis dan internasional dalam bahasa Inggris, silahkan simak portal berita Indo24hours.com dan 01post.com.

Pastikan juga download aplikasi Hallo.id di Playstore (Android) dan Appstore (iphone), untuk mendapatkan aneka artikel yang menarik. Media Hallo.id dapat diakses melalui Google News. Terima kasih.

Kami juga melayani Jasa Siaran Pers atau publikasi press release di lebih dari 175an media, silahkan klik Persrilis.com

Sedangkan untuk publikasi press release serentak di media mainstream (media arus utama) atau Tier Pertama, silahkan klik Publikasi Media Mainstream.

Indonesia Media Circle (IMC) juga melayani kebutuhan untuk bulk order publications (ribuan link publikasi press release) untuk manajemen reputasi: kampanye, pemulihan nama baik, atau kepentingan lainnya.

Untuk informasi, dapat menghubungi WhatsApp Center Pusat Siaran Pers Indonesia (PSPI): 085315557788, 087815557788.

Dapatkan beragam berita dan informasi terkini dari berbagai portal berita melalui saluran WhatsApp Sapulangit Media Center

Berita Terkait

Stop Impor Beras! Pemerintah Pastikan Indonesia Swasembada Pangan di 2025
Meninggalnya Kwik Kian Gie dan Pertanyaan tentang Arah Ekonomi Indonesia
50 Pesawat Boeing untuk Garuda: Kesepakatan Lama, Tantangan Baru
Indonesia Beralih ke Barat: Kontrak Energi AS Tandai Era Baru Diplomasi BBM
Press Release Berbayar: Cara Praktis Memastikan Pesan Perusahaan Sampai ke Publik
Haji Isam & Jhonlin Group: Bisnis Batu Bara Hingga Energi Terbarukan
Investor Global Soroti Kasus Riza Chalid dan Pernyataan Hashim
Diskon Tarif AS Dinilai Membebani Ekonomi Indonesia, Bukan Strategi Cerdas

Berita Terkait

Rabu, 30 Juli 2025 - 15:23 WIB

Stop Impor Beras! Pemerintah Pastikan Indonesia Swasembada Pangan di 2025

Rabu, 30 Juli 2025 - 14:47 WIB

Era Baru Migas Rakyat Dimulai, Pemerintah Posisikan UMKM Jadi Pemasok

Rabu, 30 Juli 2025 - 10:19 WIB

Meninggalnya Kwik Kian Gie dan Pertanyaan tentang Arah Ekonomi Indonesia

Selasa, 29 Juli 2025 - 07:42 WIB

Indonesia Beralih ke Barat: Kontrak Energi AS Tandai Era Baru Diplomasi BBM

Sabtu, 26 Juli 2025 - 06:52 WIB

Press Release Berbayar: Cara Praktis Memastikan Pesan Perusahaan Sampai ke Publik

Berita Terbaru