HALLO.ID – Suasana ruang sidang Tipikor Jakarta pada Rabu, 10 September 2025, mendadak hening.
Ketika Djuyamto, mantan Ketua Majelis Hakim kasus ekspor crude palm oil (CPO), mengucapkan kalimat yang berat.
Sebuah pengakuan sederhana yang meruntuhkan tembok keangkuhan peradilan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kami sudah akui sejak penyidikan bahwa majelis menerima uang, kami mengaku bersalah.”
Kata-kata itu meluncur tanpa jeda panjang, seolah-olah ia ingin segera melepaskan beban yang selama ini disembunyikan.
Sebesar Rp40 miliar uang suap yang disebut-sebut dibagi bersama dua koleganya.
Baca Juga:
Investor Cari Aman, Sektor Keuangan dan Konsumsi Jadi Pilihan
360 Hektare Sawit Ilegal di Gunung Leuser Akhirnya Dibersihkan
Panduan Lengkap Undang Jurnalis Ekonomi untuk Liputan Bisnis Berkualitas
Yaitu Agam Syarief dan Ali Muhtarom, juga melibatkan nama mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, serta eks Panitera Muda, Wahyu Gunawan.
Bagi sebagian pengunjung sidang, pengakuan itu seperti petir di siang bolong, bagi sebagian lain justru hanya mengulang narasi lama, kisah tentang bagaimana meja hijau sering berubah jadi meja transaksi.
Namun kali ini berbeda, sebab yang bicara bukan jaksa, bukan saksi, melainkan seorang hakim yang dulu memimpin jalannya persidangan.
Kini duduk di kursi terdakwa, menanggung aib sekaligus berharap bisa memberi peringatan.
Baca Juga:
Galeri Foto Pers Efektif Tingkatkan Kredibilitas Dan Kepercayaan Publik
Harga Minyak Melambung, India Tak Gentar Beli Minyak Rusia
Api Masih Berkobar di Blora, 3 Korban Jiwa Sumur Minyak Rakyat Teridentifikasi
Dari Tawaran Satu Juta Dolar hingga Vonis Lepas Kontroversial
Kisah uang suap bermula dari pertemuan Rudi Suparmono, mantan Ketua PN Jakarta Pusat, dengan seorang bernama Agusrin Maryono.
Agusrin disebut menawarkan 1 juta dolar Amerika atau setara Rp16,4 miliar, sebagai jalan membuka ruang kompromi hukum.
“Setelah bertemu Agusrin, tadi kan Agusrin menawarkan uang USD 1 juta, setelah itu Saudara memanggil majelis, ya?” tanya Djuyamto saat persidangan.
Dan dijawab singkat oleh Rudi, “Majelis datang, ya, iya.”
Kalimat singkat itu membuka tabir bagaimana mekanisme pertemuan hakim dengan para pihak bisa bergeser dari forum musyawarah hukum menjadi forum kesepakatan yang ditukar dengan angka-angka, bukan pertimbangan yuridis.
Akhir dari proses panjang itu adalah putusan lepas bagi sebuah korporasi yang tersangkut perkara ekspor CPO, sebuah keputusan yang menimbulkan kontroversi, sebab publik menduga ada sesuatu di balik vonis yang terasa janggal.
Baca Juga:
Data Buktikan Manfaat Publikasi Corporate Action Bagi Emiten
Wamentan Pastikan Stok Beras Aman, Operasi Pasar Diperluas Lewat TNI, Polri, dan BUMN
IEU-CEPA Buka Akses Emas Ekspor CPO Indonesia ke Pasar Uni Eropa Bebas Tarif
Harapan Menjadi Hakim Terakhir yang Terjerat Suap Besar
Ketika menyampaikan pengakuannya, Djuyamto menutup dengan kalimat reflektif.
“Setidak-tidaknya ini jadi pelajaran bagi kita ke depan, dan saya berharap, kamilah hakim yang terakhir di republik ini menghadapi peristiwa ini.”
Di balik nada putus asa, terselip secuil harapan, sebuah doa agar kasus ini menjadi titik balik, meskipun publik tentu saja skeptis.
Sebab daftar panjang hakim yang pernah terjerat kasus korupsi masih mudah ditemukan dalam arsip pemberitaan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri mencatat, sejak 2004 hingga 2024 ada lebih dari 20 hakim yang diproses hukum karena dugaan suap, mulai dari tingkat pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung.
Pengakuan Djuyamto menambah daftar itu, sekaligus menjadi peringatan keras bahwa sistem pengawasan internal peradilan tak cukup kuat menahan godaan miliaran rupiah yang datang mengalir.
Luka Lama Peradilan dan Sulitnya Menutup Celah Suap
Kasus suap Rp40 miliar ini kembali mengingatkan publik pada kasus Akil Mochtar, Ketua Mahkamah Konstitusi yang ditangkap KPK pada 2013 karena suap sengketa pilkada, luka lama yang hingga kini belum benar-benar sembuh.
Praktik suap di peradilan cenderung berulang karena lemahnya sistem rekrutmen dan pengawasan, serta kultur birokrasi yang masih permisif terhadap uang pelicin.
Selama mekanisme mutasi, promosi, dan pengawasan hakim tidak diperbaiki, celah penyalahgunaan kewenangan akan terus terbuka.
Fakta bahwa nominal Rp40 miliar bisa berpindah tanpa deteksi dini menandakan ada sistem yang tidak berjalan, entah dalam jalur pengawasan internal Mahkamah Agung atau lembaga etik hakim yang seharusnya sigap menindak sejak awal.
Peradilan yang Dipertaruhkan dan Jalan Menuju Pemulihan
Di satu sisi, publik bisa saja sinis menyimpulkan bahwa kasus ini hanya fragmen kecil dari gunung es persoalan peradilan.
Di sisi lain, ada peluang menjadikan pengakuan Djuyamto sebagai momentum perbaikan.
kasus-kasus besar seperti ini seharusnya dijadikan bahan evaluasi serius, integritas hakim bukan hanya soal individu, tapi juga soal sistem yang membentuk dan mengawasi mereka.
Harapan untuk menutup luka lama tentu tidak bisa hanya ditopang oleh kalimat penyesalan seorang hakim.
Melainkan butuh reformasi struktural, transparansi dalam promosi, hingga keberanian publik untuk terus mengawasi jalannya persidangan.
Djuyamto mungkin benar, ia berharap jadi hakim terakhir yang terjerat, tetapi tanpa perubahan nyata, kalimat itu hanya akan menjadi catatan ironis lain dalam sejarah panjang peradilan Indonesia.****
Sempatkan untuk membaca berbagai berita dan informasi seputar ekonomi dan bisnis lainnya di media Infokumkm.com dan Pangannews.com
Simak juga berita dan informasi terkini mengenai politik, hukum, dan nasional melalui media Delapannews.com dan Apakabarindonesia.com.
Informasi nasional dari pers daerah dapat dimonitor langsumg dari portal berita Harianmalang.com dan Haisumatera.com
Untuk mengikuti perkembangan berita nasional, bisinis dan internasional dalam bahasa Inggris, silahkan simak portal berita Indo24hours.com dan 01post.com.
Pastikan juga download aplikasi Hallo.id di Playstore (Android) dan Appstore (iphone), untuk mendapatkan aneka artikel yang menarik. Media Hallo.id dapat diakses melalui Google News. Terima kasih.
Kami juga melayani Jasa Siaran Pers atau publikasi press release di lebih dari 175an media, silahkan klik Persrilis.com
Sedangkan untuk publikasi press release serentak di media mainstream (media arus utama) atau Tier Pertama, silahkan klik Publikasi Media Mainstream.
Indonesia Media Circle (IMC) juga melayani kebutuhan untuk bulk order publications (ribuan link publikasi press release) untuk manajemen reputasi: kampanye, pemulihan nama baik, atau kepentingan lainnya.
Untuk informasi, dapat menghubungi WhatsApp Center Pusat Siaran Pers Indonesia (PSPI): 085315557788, 087815557788.
Dapatkan beragam berita dan informasi terkini dari berbagai portal berita melalui saluran WhatsApp Sapulangit Media Center