Oleh: Achmad Nur Hidayat, MPP (Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta)
SAWITPOST.COM – Pengusaha Sawit Mendapat Angin Segar, Biodiesel Terancam.
Peraturan Menteri Keuangan No. 62 Tahun 2024 yang mengatur pemangkasan pungutan ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) diharapkan membawa dampak signifikan bagi sektor kelapa sawit di Indonesia.
Langkah ini diambil dengan tujuan meningkatkan daya saing harga CPO Indonesia di pasar global, terutama di tengah tantangan harga yang fluktuatif.
Baca Juga:
Target Pencapaian Swasembada Pangan Maju Jadi Tahun 2027, Ini Penegasan Menko Pangan Zulkifli Hasan
Pemangkasan pungutan ini memberikan peluang bagi eksportir untuk menurunkan harga CPO di pasar internasional.
Sehingga lebih kompetitif dibandingkan dengan negara-negara produsen lain, seperti Malaysia dan Thailand.
Dampak langsung dari kebijakan ini tentu menguntungkan para pengusaha sawit.
Biaya ekspor yang lebih rendah memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan margin keuntungan.
Baca Juga:
Kemenkeu Tarik Utang Rp438,1 Triliun, INDEF: Salurkan untuk Belanja Produktif agar Dukung Ekonomi
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas Beri Penjelasan Jakarta Masih Berstatus Sebagai Ibu Kota Negara
Terutama bagi perusahaan-perusahaan yang selama ini tertekan oleh penurunan harga CPO global.
Hal ini juga berdampak positif bagi petani sawit, karena peningkatan ekspor berpotensi meningkatkan permintaan tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan oleh petani.
Dalam jangka pendek, kebijakan ini bisa memberikan stimulus ekonomi bagi sektor hulu sawit, menyejahterakan petani, dan mendorong aktivitas ekonomi di daerah penghasil sawit.
Namun, di balik kabar baik ini, muncul kekhawatiran terkait keberlanjutan program biodiesel di Indonesia.
Baca Juga:
Seluas 338 Hektar, Koperasi Aroma Kelola Lahan Perkebunan Sawit Bekas Pertambangan Barubara
Dibandingkan Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Kredit UMKM pada September 2024 Cenderung Melambat
Sebelumnya, dana yang dikumpulkan dari pungutan ekspor digunakan untuk mensubsidi program biodiesel nasional, seperti B30 dan B40.
Dengan berkurangnya pungutan, pendanaan untuk program ini juga akan berkurang, mengancam keberlanjutan transisi energi berbasis biodiesel.
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), yang selama ini menjadi sumber pendanaan utama subsidi biodiesel, akan kesulitan mempertahankan program jika pendapatan dari pungutan menurun signifikan.
Daya Saing yang Lebih Kompetitif: Efek Sementara?
Di sisi daya saing, penurunan pungutan ini tentu membuat CPO Indonesia lebih menarik di mata pasar internasional.
Terutama di negara-negara tujuan utama seperti China dan India. Namun, perlu dicatat bahwa daya saing global tidak hanya ditentukan oleh harga.
Sertifikasi keberlanjutan, kualitas produk, dan tarif impor di negara tujuan juga memegang peran penting.
Sebagai contoh, meskipun harga CPO Indonesia turun, kenaikan tarif impor di India dapat mengurangi manfaat pemangkasan pungutan tersebut.
Sementara itu, Malaysia, yang merupakan pesaing utama Indonesia, terus mempromosikan minyak sawitnya
Dengan standar keberlanjutan yang lebih baik, seperti Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), yang diminati di pasar global.
Efek positif dari kebijakan ini mungkin hanya terasa dalam jangka pendek.
Jika harga CPO global tetap rendah atau terus menurun, meskipun pungutan ekspor dipangkas, daya saing ekspor sawit Indonesia bisa tergerus.
Oleh karena itu, kebijakan ini sebaiknya dianggap sebagai solusi jangka pendek.
Pemerintah perlu memikirkan strategi jangka panjang yang lebih komprehensif untuk mempertahankan daya saing industri sawit.
Kekhawatiran atas Keberlanjutan Program Biodiesel
Selain dampak terhadap ekspor, salah satu perhatian utama terkait kebijakan ini adalah keberlanjutan program biodiesel Indonesia.
Industri sawit Indonesia bukan hanya berperan sebagai sektor ekspor, tetapi juga mendukung program transisi energi melalui mandatori biodiesel.
Pungutan ekspor selama ini menjadi sumber utama dana untuk subsidi biodiesel.
Dengan menurunnya pendapatan dari pungutan ekspor, pendanaan program biodiesel, seperti B40 dan B50, terancam.
Program ini sangat penting dalam transisi energi Indonesia menuju bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, dan tanpa dukungan finansial yang memadai, keberlanjutannya bisa terhambat.
Secara keseluruhan, meskipun kebijakan pemangkasan pungutan ekspor ini memberikan dorongan positif bagi sektor sawit dalam jangka pendek.
Pemerintah perlu segera mencari solusi pendanaan alternatif, seperti pajak karbon, untuk menjaga keberlanjutan program biodiesel.
Tanpa solusi jangka panjang yang solid, industri sawit Indonesia bisa menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara ekspor yang kompetitif dan kontribusi terhadap program energi hijau.***
Sempatkan untuk membaca berbagai berita dan informasi seputar ekonomi dan bisnis lainnya di media Businesstoday.id dan Infoemiten.com
Jangan lewatkan juga menyimak berita dan informasi terkini mengenai politik, hukum, dan nasional melalui media Jatimraya.com dan Hallokaltim.com
Sedangkan untuk publikasi press release serentak di puluhan media lainnya, klik Rilisbisnis.com (khusus media ekbis) dan Jasasiaranpers.com (media nasional)
Atau hubungi langsung WhatsApp Center Rilispers.com (Pusat Siaran Pers Indonesia /PSPI): 085315557788, 087815557788, 08111157788.
Klik Persrilis.com untuk menerbitkan press release di portal berita ini, atau pun secara serentak di puluhan, ratusan, bahkan 1.000+ jaringan media online.
Pastikan juga download aplikasi Hallo.id di di Playstore (Android) dan Appstore (iphone), untuk mendapatkan aneka artikel yang menarik. Media Hallo.id dapat diakses melalui Google News. Terima kasih.