MEDIAAGRI.COM – Penguatan stok pangan nasional berbasis produksi dalam negeri di sektor peternakan, harus didorong bersama melalui berbagai upaya.
Pada komoditas daging sapi dan kerbau, kebutuhan konsumsi nasional mencapai 819 ribu ton.
Sebagaimana dillansir dari proyeksi neraca pangan nasional tahun 2024 yang disusun Badan Pangan Nasional (Bapanas),
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara perkiraan produksi dalam negeri masih di angka 459 ribu ton, sehingga masih diperlukan tambahan pasokan dari pengadaan negara mitra.
Hal tersebut dikemukakan Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi saat bersama Komisi IV DPR RI melakukan kunjungan di Stockholm, Swedia
Mereka berkunjung ke area peternakan dan perkebunan Bona-Munsö pada Senin (20/5/2024) waktu setempat.
Menurut Arief, sistem peternakan yang terbangun di area tersebut menarik untuk dipelajari dan diterapkan di Indonesia.
Baca Juga:
Sengketa Dividen Rp89 Miliar, Kubu Dahlan Tantang Bukti Saham Jawa Pos
Stok Beras Nasional Mencapai Rekor, Pemerintah Tegaskan Harga Harus Adil
Diskon Tarif AS Dinilai Membebani Ekonomi Indonesia, Bukan Strategi Cerdas
“Ini menarik untuk dilihat sebagai pembelajaran, sehingga dapat kita implementasikan.”
“Diperlukan adanya solusi yang based on research agar sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan.”
“Juga, hasil research yang sudah ada harus didukung implementasinya oleh pemerintah.”
” Tentu dalam satu semangat untuk menguatkan ketahanan pangan nasional,” ujarnya.
Baca Juga:
Strategi Baru Indonesia: Diversifikasi Mitra Ekonomi Lewat FTA dengan Uni Eropa
IEU-CEPA Masuk Tahap Akhir, Indonesia Mantapkan Diri di Pasar Eropa
Menteri UMKM Serahkan Dokumen Lengkap ke KPK soal Surat Istri
Area peternakan dan perkebunan ini terletak di Bona Munso, sebelah utara Swedia dan telah dikelola selama berabad-abad sejak dari zaman Viking, nenek moyang bangsa Swedia.
Lahan seluas 800 hektar ini kini merupakan tempat pembiakan 400 ekor sapi potong yang diternak secara ‘free ranch’ atau peternakan bebas.
Dimana ternak tidak dikandangkan, tetapi dilepas liarkan di padang rumput.
“Meskipun menghadapi banyak tantangan seperti efisiensi, iklim, dan tenaga kerja, namun sistem ini dapat menghasilkan daging sapi yang lebih berkualitas.”
“Serta lebih sustainable dibandingkan dengan ternak konvensional,” ungkap Adam Reuterskiöld, salah satu perwakilan Swedish Parliament yang turut membersamai dalam kunjungan ini.
Di lahan yang sama juga terdapat produksi susu sapi, rumput untuk pakan sapi, dan barley (jelai) yang merupakan salah satu makanan pokok warga Swedia.
Baca Juga:
Kreativitas Komunikasi PHE Diakui ASEAN, Raih Dua Penghargaan
Riza Chalid Ditersangkakan Korupsi Minyak, Kejagung Koordinasi dengan Singapura
Risiko Hukum Tambang Mengemuka, KPK Panggil Eks Menteri Bahas Tata Kelola
Kepala Bapanas menyampaikan dukungannya agar Indonesia juga memulai menerapkan sistem peternakan serupa.
“Seperti yang dijelaskan, bahwa 70 persen petani Swedia sebenarnya masih menggunakan pupuk kimia, tapi saat ini sudah mulai shifting menjadi organik.”
“Ini merupakan masa depan pertanian. Jadi saya mendukung Indonesia, melalui Kementerian Pertanian juga memulai gerakan ini,” kata Arief.
“Kuncinya pada kolaborasi antarsektor terutama pemerintah, akademisi, dan private sector, khususnya asosiasi petani dan peternak dalam rangka mewujudkan cita-cita ini.”
“Sebagaimana arahan Bapak Presiden Joko Widodo, ekosistem pangan nasional itu harus terintegrasi dari hulu sampai hilir.”
“Sehingga keterlibatan seluruh pihak untuk berkolaborasi terus kita gencarkan. Ayo dukung pengembangan peternakan dalam negeri kita,” pungkasnya.***